Memasang Ikon Elementary di Debian

Kali ini judulnya berbau kebarat-baratan, karena memang padanan kata bahasa Indonesia untuk compile ini kurang mengena di rasa.
Bagi yang telah lama bermain bot Telegram, tentunya tidak akan asing dengan tg atau telegram-cli hasil karya Vitaly Valtman. Sebelum rilis Telegram bot API, bisa dikata telegram-cli ini merupakan pusat dari tata surya; hampir semua bot berdasarkan telegram-cli.
Namun seiring peluncuran Telegram bot API, pamor telegram-cli mulai memudar, terlebih tgl
yang menjadi pustaka andalan utama dihentikan pengembangannya. telegram-cli pun seakan lenyap dari permukaan bumi.
Sampai akhirnya pada September 2016, Vitaly mengumumkan bahwa pengembangan telegram-cli masih berlanjut. Namun ia kini tidak lagi memakai pustaka tgl
, melainkan tdlib
. Sayangnya, telegram-cli anyar ini tidak mendapat sambutan meriah sebagaimana pendahulunya. Mungkin karena ia kini disimpan di bitbucket yang kurang terpapar ke khalayak dan karena tdlib
yang digunakannya masih bersifat tertutup sehingga tidak mungkin untuk mengompilasi telegram-cli secara mandiri.
Gaung telegram-cli anyar ini pun berlangsung singkat dan kembali senyap.
Hingga sekitar setahun kemudian Vitaly merilis telegram-bot, yang bisa dibilang merupakan versi non interaktif dari telegram-cli. Namun tentu dengan kinerja dan fitur yang lebih baik. telegram-bot masih sama seperti telegram-cli; sumbernya terbuka dan bisa dilihat di bitbucket, namun tdlib yang menjadi pustaka utamanya masih bersifat tertutup.
telegram-bot ini sejujurnya cukup mengagumkan, namun memang ranah bot kini cenderung dikuasai Telegram bot API. Masa-masa kejayaan telegram-cli (dan penerusnya) rupanya kini telah berlalu.
Menginjak hari pertama di tahun 2018, tersiar kabar yang cukup menggembirakan; tdlib kini sumbernya telah dibuka. Ini berarti, secara teori, siapapun bisa mengompilasi telegram-bot secara mandiri.
Setelah saya konfirmasi mengenai dibukanya kode tdlib pada Vitaly, diapun merilis repo tdbot yang compilable ke GitHub.
Meski judulnya secara spesifik menyebut Telegram, namun tulisan mengenai loopback audio ini bisa diterapkan secara umum pada banyak piranti perekam multimedia di GNU/Linux. Misalnya jika hendak menggunakan SimpleScreenRecorder untuk merekam suara dari game yang dimainkan dalam wine. Dan lainnya.
Terkadang mungkin Anda ingin mengirim pesan suara ke Telegram Desktop (kita singkat saja menjadi TDesktop) namun bukan suara hasil tangkapan microphone, melainkan suara dari sumber lain seperti pemutar audio, video dan bahkan game. Bagaimana Anda akan melakukannya? Yang langsung terlintas di pikiran pastinya merekam suara tersebut dan kemudian mengirimkan berkas rekamannya ke TDesktop.
Namun menggunakan cara ini Anda bukan mengirimkan pesan suara (voice message), melainkan mengirimkan berkas suara (audio/file message).
Anda bisa pula memainkan musik secara lantang di laptop, dan kemudian merekamnya menggunakan TDesktop melalui microphone laptop. Namun mutu suara tentunya hampir bisa dipastikan amburadul.
Lalu, bagaimana cara kita mengirimkan pesan suara TDesktop dari audio yang dihasilkan piranti lunak dalam sistem operasi GNU/Linux?
Jawabannya adalah dengan menggunakan loopback audio. Fitur ini mungkin bisa disamakan dengan Stereo Mix di Microsoft Windows.
Loopback audio akan membuat jalur baru dari output perangkat audio menuju input audio di komputer. Jadi seakan-akan kita menggunakan kabel untuk menghubungkan port line out/headphone ke port line in/microphone, hanya saja ini dilakukan programmatically.
Kian kini Telegram kian berkembang. Tidak lagi semata menjadi sarana perpesanan teks, namun juga banyak kegunaan lain. Misalnya saja, kini Telegram bisa digunakan untuk penyimpan atau berbagi berkas, pemutar musik, panggilan suara dan banyak lagi.
Dan di antara banyak pembaruan pada rilis Telegram teranyar, mereka menyuguhkan fitur yang sungguh sama sekali tidak pernah saya duga; kini kita bisa melekatkan (embed) pesan dari kanal atau grup publik ke situs web. Wow....
Artinya kini siapapun, walau tanpa memiliki akun telegram, bisa membaca pesan yang kita kirim ke kanal atau grup publik cukup dengan memasukkan tautan dari pesan Telegram ke bilah alamat (address bar) peramban web.
Seiring musim hujan di akhir tahun, ternyata bukan hanya cendawan yang banyak tumbuh, melainkan juga penipuan di dunia perpesanan Telegram. Seperti apa gerangan modus operandi penipuan di Telegram tersebut? Mari kita simak rekaman berikut.
Rekaman seseorang yang berusaha mendapatkan kode otentikasi dengan mengaku sebagai petugas dari Telegram.
Sumber: R. Hidayat.
Apa yang Anda dengar dari rekaman tersebut adalah upaya seseorang (kita sebut saja namanya si Ontohod) yang berusaha mengelabui seorang pemiliki akun Telegram (kita sebut si Kabayan) untuk memberikan kode otentikasi untuk login. Agar skenario dalam rekaman tersebut terjadi, si Ontohod pastinya telah memiliki nomor telepon si Kabayan. Sambil melakukan login ke akun si Kabayan, si Ontohod pun menghubungi si Kabayan dengan mengaku sebagai pihak dari Telegram, dan dengan berbagai alasan, berusaha mendapatkan kode otentikasi yang tentunya dikirim Telegram ke nomor telpon si Kabayan.
Andai si Kabayan memberikan kode otentikasi tersebut, maka game over.
Hmmm, bukankah kita bisa memaksa logout semua remote login selain di hape kita?
Betul! Jika kita menyadari apa yang tengah terjadi. Namun, kenyataan ada orang yang memberikan kode otentikasi ke orang yang mengaku dari pihak Telegram memberikan gambaran bahwa tidak banyak yang menyadari fitur tersebut.
Selama kita memiliki nomor yang kita daftarkan ke Telegram, si penipu tidak akan bisa mengambil alih akun. Namun ketika dia berhasil masuk ke akun kita, segala kemungkinan bisa terjadi. Misal, yang kemarin ramai dibincangkan, katanya ada seseorang yang menjadi agen pulsa dan dikelabui dengan cara ini, alhasil si penipu bisa menguras deposit pulsa dengan melakukan transaksi melalui akun Telegram yang berhasil dibajaknya. Untuk diketahui, kini banyak agen pulsa yang menyediakan layanan transaksi melalui Telegram.
Nah, sebagai pengguna setia Telegram, hal-hal seperti di atas ini membuat ngenes. Orang-orang dasarnya enggan memakai Telegram karena; "Ah, ga punya temen di Telegram.", atau "Wah, aplikasi teroris itu ya?". Dan jangan sampai kini timbul anggapan; "Ogah, katanya rawan penipuan ya?".
Karena itulah di bawah ini saya tuliskan kiat-kiat untuk mengamankan akun Telegram agar kita lebih aman dan nyaman dalam bertelegram.
Ada banyak alasan untuk memiliki dan menggunakan banyak akun di Telegram. Misal untuk memisahkan kehidupan pribadi dan pekerjaan, atau ingin memiliki akun anon agar kita bebas mengeluarkan pendapat tanpa harus khawatir ada benang merah yang menghubungkan akun Telegram dengan pribadi kita di dunia nyata.
Doxing di dunia maya itu benar adanya, dan pemicunya seringkali hanyalah hal yang remeh. Bayangkan jika entah karena apa sebabnya dan siapa orangnya, ada akun yang menggunakan nama dan foto Anda di Telegram. Ini tentunya mengkhawatirkan, karena jika ada orang yang mengenal Anda di dunia nyata dan mendapati akun tersebut posting hal yang negatif, tentunya dia akan menyangka bahwa Andalah yang melakukannya. Hal ini kemungkinan besar akan berimbas negatif pada kehidupan Anda. Maklumlah, check and re-check hanya ada di atas kertas. Berita hoax pun orang telan mentah-mentah, tentunya mereka tidak akan meragukan kesahihan postingan dari akun dengan nama dan foto yang mereka kenal di dunia nyata.
Demikian sekapur sirih pembuka sebelum saya menjabarkan bagaimana menjalankan banyak akun Telegram di Android dan di komputer. Sekedar mengingatkan bahwa memiliki banyak akun Telegram itu bukan hal jelek dan kadang memang diperlukan. Untuk langkah demi langkahnya bisa disimak pada uraian di bawah ini.
Wowowowowo, tunggu dulu, tunggu dulu...
Menghapus akun Telegram? Seriously?
Sejujurnya saya akan terkejut jika alasan Anda ingin menghapus akun Telegram adalah karena hal teknis. Telegram is superior compared to existing instant messenger (IM). Period.
Namun ya, tidak semua orang mengagungkan hal teknis. Jika memang Anda tidak suka berbincang melalui perantara mesin, tidak memiliki rekan di Telegram, lebih menyenangi IM lain, sibuk di dunia nyata atau memang tidak memiliki alasan dan hanya ingin menghapus akun Telegram, artikel kali ini adalah untuk Anda.
Namun sebelumnya, apa telah benar-benar yakin ingin menghapus akun Telegram Anda?
Sebagai sarana perpesanan yang sumbernya terbuka (walau cuma di sisi client), Telegram memiliki banyak client yang memungkinkan pengguna Telegram untuk tetap terhubung ke Telegram.
Anda selalu mobile dan hanya bisa mengakses telepon genggam? Ada Telegram untuk Android dan iOS. Bahkan Windows Mobile. Entah untuk BlackBerry. Namun seingat saya dulu pernah ada sayembara untuk membuat client telegram untuk BlackBerry, entah kini masih ada atau tidak.
Anda banyak duduk menghadap komputer? Ada Telegram Desktop yang bisa digunakan di Windows, Linux atau MacOS. Atau jika tidak suka memasang software ini-itu, Anda bisa mengakses Telegram langsung dari browser (Webogram).
Bukan itu saja, dalam artikel ini saya akan menjelaskan bagaimana kita menggunakan Telegram di Pidgin. Well, bukan hanya Pidgin, namun semua instant messaging client yang berdasar libpurple
. Misal Adium di MacOS.
Pidgin adalah sarana perpesanan yang multiplatform dan berdasarkan pustaka libpurple
. libpurple
adalah pustaka yang mendukung banyak protokol perpesanan, misal: Bonjour, Gadu-Gadu, IRC, Lotus Sametime, Mxit, MSNP, Novell GroupWise, OSCAR, SIMPLE, SILC, XMPP/Jingle, Yahoo! Messenger dan Zephyr. Dukungan untuk protokol lain bisa ditambahkan dengan sistem plugin Pidgin.
Nah, yang memungkinkan Pidgin terhubung ke protokol Telegram adalah sebuah plugin bernama Telegram-purple.
Mengapa bertelegram menggunakan Pidgin?
I dunno, saya sendiri lebih suka menggunakan telegram Desktop. Namun, selera dan kebutuhan orang berbeda-beda. Saya pernah mendapati ada yang menanyakan bagaimana memakai Telegram di Pidgin, pas ditanya mengapa, dia beralasan untuk melayani bisnis pulsanya. Sejauh yang saya ketahui, bisnis pulsa biasanya memakai SMS dan Yahoo! Messenger. Mungkin dia terbiasa memakai Yahoo Messenger di Pidgin, dan karena Telegram mulai ngetop, ingin pula memakai Telegram di Pidgin.
Banyak lagi alasan lain, atau anggaplah sekedar mengetahui, jadi sekiranya membutuhkan alternatif client selain Telegram Desktop atau Webogram kita pun bisa memakai Pidgin.
Bot telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari Telegram. Dan layaknya setiap hal, selalu ada dua sisi yang bertolak belakang. misalnya, bot selain bisa membantu menghidupkan sebuah grup juga bisa menjadi sosok yang menjengkelkan yang mengganggu segenap penghuni grup. Tidak aneh jika banyak pemilik grup yang kemudian melarang adanya bot di dalam grupnya.
Dan semuanya merasa damai, aman dan tentram.
Sampai 4 Januari 2016, ketika Telegram mengenalkan fitur bot inline.
Umumnya kita bisa berinteraksi dengan bot dengan menghubunginya melalui percakapan pribadi (private chat/message) atau jika berada dalam grup yang sama dengan bot, dengan fitur bot inline semua bisa menggunakan bot dalam grup walau bot tersebut tidak ada dalam grup tersebut.
Menggunakan bot inline semudah memanggil username bot dalam kolom pesan dan memasukkan perintah.
Keren? Bisa dibilang begitu. Kita bisa menggunakan bot di mana saja dan kapan saja.
Menjengkelkan? Pastinya, terutama jika Anda adalah seorang admin. Tidak ada cara untuk mencegah penggunaan bot inline di sebuah grup.
Setelah kemarin mengenal dasar-dasar bot Telegram, kini saatnya kita mengenal bot Telegram dengan lebih mendalam. Tidak ada cara yang lebih ampuh untuk mendalami sesuatu selain dengan mempraktekkannya secara langsung. Demikian juga dengan belajar bot, tentunya ada cara yang lebih bagus untuk belajar bot selain dari praktek langsung membuat bot. Jadi dalam artikel kali ini, saya akan mencoba mengupas langkah-langkah membuat bot Telegram. Cukup bot yang sederhana saja.
Baca juga: mengenal dasar-dasar bot Telegram
Kata bot adalah bentuk singkat dari robot. Bot Telegram berarti robot dalam layanan perpesanan Telegram. Bukan, robot di sini bukan seperti robot dalam film Terminator atau Transformer, melainkan seperti robot dalam pabrik yang merakit mobil atau perangkat elektronik. Masih bingung? Sederhananya, anggap saja bot Telegram itu serupa dengan robot-robot di pabrik yang berfungsi sebagai alat untuk membantu mengotomasi tugas-tugas manusia.
Wah, kok saya masih bingung ya?
Baiklah, saya contohkan dengan sebuah kasus. Misal Budi sedang berdiskusi di Telegram, dan untuk memperkuat argumentasinya Budi pun mencari bukti pendukung di internet. Apa yang kemudian Budi lakukan? Tentunya dia akan membuka peramban web dan mengetikkan kata kunci di bilah alamat atau pencarian peramban, memilah dan memilih hasil-hasil pencarian yang dinilai dapat memperkuat pendapatnya untuk kemudian menyalin tautan ke laman tersebut dan mengirimnya ke lawan diskusi di Telegram. Pyuh..., sungguh bertele-tele.
Memperkenalkan bot Telegram.
Setelah hampir setahun vakum, akhirnya Vitaly Valtman merilis proyeknya yang selalu ditunggu-tunggu para pembuat bot Telegram; telegram-cli
. Well, proyek kali ini sebenarnya bukan lanjutan dari telegram-cli
, melainkan sebuah proyek baru bertajuk telegram-bot
.
Sekilas, telegram-bot
tiada beda dengan telegram-cli
. Namun jika dirunut lebih mendalam ia memiliki cukup perbedaan yang membuatnya layak menyandang nama baru, misalnya kita tidak bisa mengirim pesan secara langsung menggunakan telegram-bot
melainkan mesti melalui perantara script lua atau socket.
Seperti umumnya proyek baru, there are bugs. Bugs everywhere. Dan untuk mempermudah debugging demi menyingkirkan bug, telegram-bot
dikompilasi dengan disertai debug symbol. Menyertakan debug symbol memang akan memudahkan debugging namun dengan konsekuensi berkas biner hasil kompilasi menjadi berukuran besar. Dalam kasus telegram-bot
, ukurannya sekitar 95MB! Dan tiap malam telegram-bot
selalu rilis build baru untuk perbaikan bug jadi kita mesti mengunduh 95MB tiap hari. Perfect.
I love telegram-cli. Ia gegas, ringkas, dan mudah dipakai. Jadi tentu saja saya tidak ingin tertinggal untuk mencicipi telegram-bot
. Namun kemudian ternyata terbentur ukurannya yang jumbo. Apa daya?
Today I learned that Telegram Desktop is in Debian Sid repository...
Tadinya saya sedang mencari di internet bagaimana cara mengganti huruf pada Telegram Desktop yang huruf asalinya dirasa tidak begitu bagus. Sekilas mencari, sepertinya saya menemui jalan buntu karena isu yang berupa usulan penambahan fitur mengganti huruf pada Telegram Desktop ini kurang mendapat sambutan dari pengembangnya, bahkan issue-nya pun dikunci.
Namun demikian, issue tersebut wajib dibaca bagi mereka yang berminat mengganti huruf pada Telegram Desktop, selain untuk mengetahui alasan dibalik "penolakan" juga ada beberapa pesan yang menerangkan jalan bagaimana kita dapat mengubah huruf Telegram Desktop dengan cara melakukan kompilasi mandiri.
Dibalik kabar buruk, muncul sebuah kejutan. Kejutan yang menyenangkan.
Ternyata salah satu hasil pencarian yang muncul adalah laman paket telegram-desktop
di situs packages.debian. Mengapa ini sebuah kejutan yang menyenangkan? Karena dengan masuknya paket Telegram Desktop ke dalam repositori Debian maka proses kompilasinya dipastikan lebih mudah.
It like shitty things are never ends.
Sudah mah internet mahal, kecepatannya lemot, eh masih diblokir pula.
Ya, tidak salah lagi. Kali ini saya akan sedikit menulis mengenai pemblokiran Telegram oleh Kominfo yang kini sedang hangat-hangatnya diperbincangkan dan akan pula memberikan tips bagaimana memintasi blokir tersebut jika Anda menggunakan operator selular Indosat.
Namun sebelum itu, izinkan saya untuk sedikit ngacaprak...
Telegram merupakan satu-satunya aplikasi perpesanan yang pembaharuannya selalu saya tunggu. Maklum tiap kali update selain perbaikan juga selalu ada saja penambahan kegunaan baru.
Dan jika Anda pengguna Telegram yang senang mencoba lebih awal hal-hal baru yang akan diterapkan Telegram, Anda bisa menggunakan Telegram Beta untuk Android (untuk selanjutnya hanya akan ditulis Telegram Beta).
Seperti pengembangan perangkat lunak pada umumnya, Telegram yang kita pakai di perangkat Android ini tidak jadi dengan seketika melainkan melalui proses panjang sejak dari penulisan kode, uji coba di tahap alfa, kemudian uji coba terakhir di tahap beta, sampai akhirnya versi stabil dilepas ke khalayak umum.
Umumnya khalayak memasang Telegram dari APK Telegram stabil yang didapatkan dari Google Play. Namun jika kita sering meramban grup-grup Telegram baik yang lokal ataupun internasional, pastinya pernah sekali-dua menjumpai percakapan yang menyinggung perihal Telegram Beta.
Sementara hingga kini, Telegram belum mendukung bahasa Indonesia secara resmi. Upaya untuk mengalih-bahasakan Telegram ke dalam bahasa Indonesia memang tengah berjalan, namun kapan hasilnya disertakan secara resmi dalam piranti lunak Telegram belum ada kejelasan.
Saya pribadi tidak terlalu suka menggunakan bahasa Indonesia dalam antar-muka perangkat lunak. Bukan hanya faktor rasa, namun juga teknis. Maklum, banyak kata bahasa Indonesia atau bahasa dari daerah di Indonesia yang seakan dipaksakan sebagai padanan dari kata asing istilah teknologi informasi.
Namun bagi Anda yang memang lebih nyaman menggunakan Telegram jika berbahasa Indonesia, jangan khawatir, Anda tidak perlu untuk menunggu hingga telegram mendukung resmi bahasa Indonesia di aplikasinya. Sekarang pun kita bisa menggunakannya, walau sementara hanya untuk client Telegram di Android.
Telegram menyadari bahwa komunikasi melalui sarana perpesanan (messaging media) zaman sekarang dirasa tidak cukup dengan teks semata, karenanya mereka menyediakan fitur-fitur tambahan agar penggunanya lebih mampu mengekspresikan perasaannya ke dalam pesan.
Fitur-fitur tersebut di antaranya emoji, stiker, GIF, video, audio, dan teks dengan bentuk tebal, miring, dan monospace.
Artikel kali ini akan membahas mengenai bagaimana kita mengirim pesan berbentuk tebal, miring, monospace, dan tautan. Meski kesannya sederhana, hal ini sering ditanyakan mereka yang baru menggunakan Telegram. AFAIK, Telegram merupakan pelopor penggunaan formatted text di kancah mobile messaging. Sekarang, hampir semua mobile messenger telah mampu mengirim formatted message, meski caranya berbeda antara satu messenger dengan messenger lainnya. Wajar jika mereka yang sebelumnya akrab dengan cara mengirim formatted message di WhatsApp merasa bingung bagaimana cara mengirim pesan yang sama di Telegram. Terlebih, Telegram merupakan sarana perpesanan multi platform yang memiliki banyak client yang di antaranya memiliki kemampuan berbeda.
Blog berisi informasi seputar teknologi informasi dan dunia pendidikan.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Integer posuere erat a ante.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Integer posuere erat a ante.
Etiam porta sem malesuada magna mollis euismod. Cras mattis consectetur purus sit amet fermentum. Aenean lacinia bibendum nulla sed consectetur.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Integer posuere erat a ante.
Bootsblogger is open source. It's hosted, developed, and maintained on GitHub.
GitHub