Memasang Ikon Elementary di Debian


Contoh ikon-ikon yang terdapat dalam set ikon elementary

Ikon elementary adalah kelompok ikon yang paling lama saya pakai selama menggunakan sistem operasi GNU/Linux. Jika dirunut ke belakang, saya telah menggunakan ikon elementary semenjak elementary hanyalah sebuah nama tema dan ikon untuk Ubuntu.

Apa yang sukai dari elementary? Entahlah. Seperti pemeo, suka adalah rasa, tidak perlu alasan untuk menyukai.
Namun demikian, sepertinya saya bisa berikan dua alasan; (1) sedari awal, ikon elementary telah menggunakan format SVG, yang menjadikan berkasnya berukuran kecil namun ikon tetap terlihat tajam walau tampilannya diperbesar, dan (2) ikon elementary terlihat alami dengan bentuk berlekuk dan gradasi warnanya. Yep, I don't like flat icons.

Kini elementary bukan hanya tema dan ikon semata, namun telah menjadi sebuah distro mandiri. Ini menimbulkan sebuah ganjalan bagi pengguna distro lain yang berminat menggunakan ikon elementary, misalnya karena pilihan ikon kini berpusat pada kepentingan distro elementary dan si pengembang tidak lagi berminat maintaining ikon untuk distro lain.

Namun demikian, ikon elementary adalah proyek open source. Walau kini ia difokuskan untuk distro elementary OS, khalayak umum masih tetap bisa menggunakan ikon elementary pada sistem operasi andalannya.
Dan inilah topik dari artikel kali ini; memasang ikon elementary di Debian, sebuah distro yang bukan elementary OS.

Baca selengkapnya

Compile telegram-bot


Kali ini judulnya berbau kebarat-baratan, karena memang padanan kata bahasa Indonesia untuk compile ini kurang mengena di rasa.

Bagi yang telah lama bermain bot Telegram, tentunya tidak akan asing dengan tg atau telegram-cli hasil karya Vitaly Valtman. Sebelum rilis Telegram bot API, bisa dikata telegram-cli ini merupakan pusat dari tata surya; hampir semua bot berdasarkan telegram-cli.

Namun seiring peluncuran Telegram bot API, pamor telegram-cli mulai memudar, terlebih tgl yang menjadi pustaka andalan utama dihentikan pengembangannya. telegram-cli pun seakan lenyap dari permukaan bumi.

Sampai akhirnya pada September 2016, Vitaly mengumumkan bahwa pengembangan telegram-cli masih berlanjut. Namun ia kini tidak lagi memakai pustaka tgl, melainkan tdlib. Sayangnya, telegram-cli anyar ini tidak mendapat sambutan meriah sebagaimana pendahulunya. Mungkin karena ia kini disimpan di bitbucket yang kurang terpapar ke khalayak dan karena tdlib yang digunakannya masih bersifat tertutup sehingga tidak mungkin untuk mengompilasi telegram-cli secara mandiri.
Gaung telegram-cli anyar ini pun berlangsung singkat dan kembali senyap.

Hingga sekitar setahun kemudian Vitaly merilis telegram-bot, yang bisa dibilang merupakan versi non interaktif dari telegram-cli. Namun tentu dengan kinerja dan fitur yang lebih baik. telegram-bot masih sama seperti telegram-cli; sumbernya terbuka dan bisa dilihat di bitbucket, namun tdlib yang menjadi pustaka utamanya masih bersifat tertutup.
telegram-bot ini sejujurnya cukup mengagumkan, namun memang ranah bot kini cenderung dikuasai Telegram bot API. Masa-masa kejayaan telegram-cli (dan penerusnya) rupanya kini telah berlalu.

Menginjak hari pertama di tahun 2018, tersiar kabar yang cukup menggembirakan; tdlib kini sumbernya telah dibuka. Ini berarti, secara teori, siapapun bisa mengompilasi telegram-bot secara mandiri.
Setelah saya konfirmasi mengenai dibukanya kode tdlib pada Vitaly, diapun merilis repo tdbot yang compilable ke GitHub.

Baca selengkapnya

Indosat Yellow dan Menghitung Konsumsi Bandwidth Menggunakan vnStat


Indosat Yellow

Bermula dari gencarnya promo Indosat Yellow, membuat saya akhirnya tidak tahan untuk menjajal mendaftar paket Rp1.000/1GB/hari. Namun malang tiada yang tahu, terlebih kuasa menolak, ternyata hasilnya bukan untung malah buntung. Alih-alih hanya keluar ongkos Rp1.000, saya malah kebobolan pulsa reguler senilai 14 ribuan.
Penyebabnya karena saya tidak awas jika paket Yellow telah berakhir, in my defense, paket Yellow-nya tidak berjalan selama 24 sebagaimana pesan yang didapat ketika mendaftar, melainkan hanya sekitar 23 jam saja. Jadi, 14 ribu tersebut termakan karena dalam 30-60 terakhir ternyata saya telah tidak terdaftar dalam paket Yellow dan menggunakan tarif reguler.

Mencoba mengeluh kepada Indosat adalah lumayan rumit, karena nomor 185 tidak bisa dihubungi dan Twitter agak lambat dalam menanggapi. Mungkin karena saya memang bukan pengguna fanatik Twitter, jadinya interaksi hanya terjadi ketika saya "menyempatkan" menggunakan Twitter.
Ringkasnya, niat melanggan paket internet murah, malah membayar 1400% dari yang diidamkan.

Lalu, apakah saya kapok?

Baca selengkapnya

3 Cara Memeriksa Status Aktivasi Windows 10


Sebenarnya saya segan menggunakan Windows 10 karena sifatnya yang memaksa untuk update. Sejauh referensi yang saya baca, tidak ada pengaturan khusus yang bisa membuat Windows 10 tidak memeriksa atau melakukan update. Memang ada "trik-trik" atau perkakas dari pihak ketiga yang dikatakan bisa mengurangi kecenderungan Windows 10 untuk update, namun ya tidak mudah dan ada resiko mengganggu kinerja Windows-nya sendiri.

Sampai kini sebenarnya saya masih cukup puas dengan kinerja Windows 7, namun kini ia telah berusia sekitar satu dasawarsa. Selain itu saya juga mesti menjaga otak ini agar tetap bisa mengikuti perkembangan Windows, setidaknya jika ada orang yang bertanya maka sedikit-banyak saya bisa menjawab.
Jadilah kini saya memasang Windows 10, walau hanya sebatas dalam VirtualBox.

Seperti biasa, selepas memasang Windows tentunya kita harus mengativasinya. Namun karena belum akrab benar dengan tampilan Window 10, hal sepele ini pun jadi agak membingungkan.
Nah, dalam artikel kali ini saya akan memaparkan 3 cara untuk memeriksa status aktivasi Windows 10 yang semoga berguna bagi Anda yang juga gagap Windows 10.

Baca selengkapnya

Pengenalan Dasar Minicom


Karena mesti berurusan dengan komunikasi serial pada modem Gobi 3000, akhirnya saya berkenalan dengan minicom. Menurut manualnya, minicom adalah sebuah program komunikasi serial yang ramah pengguna.
Disarankan agar Anda membaca artikel terdahulu yang mengupas cara mengirim USSD/UMD menggunakan minicom agar tidak terlalu bingung dengan apa yang akan dibahas pada untaian paragraf di bawah ini.

Sebagai pengguna komputer awam yang hanya berkutat pada web dan aplikasi desktop, rasanya baru kali ini saya berhubungan langsung dengan komunikasi serial. Jadi ya lumayan membingungkan. Dan artikel ini adalah catatan mengenai berbagai hal yang saya temui ketika menggunakan minicom untuk melakukan komunikasi serial, sebagai rujukan sekiranya nanti diperlukan.

Baca selengkapnya

Mengirim USSD/UMB Menggunakan Minicom


Sering saya bercanda menyebut Indosat dengan sebutan Indoshit. Selain katanya yang hampir berima, menggunakan Indosat saya sering "dicuri" pulsa, mendadak berlangganan layanan tertentu yang berbayar dan internet error. Dan jika pun internet lancar, Indosat seringkali menyuntikkan iklan di request kita yang selain menambah beban kuota juga bisa menyebabkan laman gagal dimuat atau update sistem operasi Debian gagal karena looping.

Seakan belum cukup, kini untuk memeriksa pulsa atau kuota internet Indosat hanya bisa dilakukan melalui USSD/UMB atau aplikasi MyIM3 untuk smartphone. Padahal sebelumnya bisa melalui SMS atau laman web mycare.indosatooredoo.com.
Kenyataan ini sungguh mengganggu, karena modem internal (Sierra MC8355 Gobi 3000) di laptop yang saya gunakan tidak bisa menjalankan USSD atau dipasangi aplikasi MyIM3.

Saya telah mencoba untuk memasang aplikasi MyIM3 di Genymotion, dan ternyata MyIM3 hanya dirilis untuk perangkat berarsitektur ARM, jadi tidak kompatibel dengan Genymotion yang berarsitektur x86.

Saya biasa menggunakan Modem Manager GUI untuk mengelola WWAN Gobi 300. Modem Manager GUI menggunakan ModemManager sebagai backend, dan karena dukungan ModemManager untuk modul QMI (yang digunakan oleh Gobi 3000) masih buggy, maka berakibat Modem Manager GUI tidak bisa mengirimkan USSD. Walau saya coba mengganti backend ke pppd, ternyata Modem Manager GUI masih tetap tidak mampu mengirimkan USSD.

I'm stuck isn't it? Well, not really.
Dari sekilas ingatan, sepertinya modem adalah perangkat serial dan bisa diakses menggunakan perintah AT (Hayes command set). Terlintas ide; mungkinkah menggunakan perintah AT untuk request USSD?
Dan ternyata bisa. Setidaknya menurut hasil pencarian di internet, kita bisa menjalankan USSD dengan menggunakan perintah AT pada perangkat serial. Kini masalahnya tinggal mencari tahu bagaimana melakukan hal tersebut di Sierra MC8355.

Dari banyak percobaan menggunakan modem-manager-gui, gammu, wammu, gsm-ussd, atinout, picocom dan lainnya untuk menjalankan USSD, hanya minicom-lah yang tingkat kesuksesannya paling tinggi. Jadi, saya singkat saja artikelnya langsung menuju ke bagaimana saya berhasil menjalankan USSD di Sierra MC8355 Gobi 3000 dengan menggunakan bantuan Minicom.
Here's how....

Baca selengkapnya

Flashing ROM Fastboot MIUI dari GNU/Linux


Jika Anda membaca cerita mengenai bagaimana saya mengatasi bootloop pada Xiaomi Mi 4c, tentunya terbayang kerepotan yang saya lakukan kala itu. Hape bootloop, kapasitas baterai kian menyusut, tidak ada akses internet hingga memasang Windows 7 64 bit.

Itu bootloop perdana yang saya alami pada hape milik pribadi, jadi ya lumayan panik. Kini, setelah hape normal kembali kadang saya tersenyum kecut mengingat kejadian tersebut. Terlebih, setelah mengetahui ternyata kita tidak perlu berepot-ria memasang Windows 64 bit, atau bahkan tidak perlu Windows sama sekali jika hanya untuk flashing ROM fastboot ke Xiaomi.

Pada saat kekisruhan mengatasi bootloop tersebut, saya mendapati bahwa di dalam berkas ROM fastboot Xiaomi terdapat dua buah skrip Bourne shell (sh). Berdasar penemuan ini, setelah hape sembuh dari bootloop, saya pun kemudian mencari guna dari skrip-skrip tersebut. Dan ternyata, skrip tersebut berguna untuk melakukan flashing dari dalam sistem Linux (atau mungkin BSD dan sistem lainnya yang mengerti Bourne shell dan memiliki adb serta fastboot). Wow, andai saya tahu dan paham lebih awal...

Kemarin, demi menuntaskan rasa penasaran mengapa kemampuan penerimaan sinyal Mi 4c masih juga lemah meski telah berganti custom ROM dari yang berdasar Android 7 ke custom ROM yang berdasar Android 5.1.1, saya pun berencana melakukan flashing ulang ke ROM MIUI 6.1.7 yang berdasar Android 5.1.
Jika ternyata setelah diganti ke ROM MIUI Android 5.1 penerimaan sinyalnya masih juga lemah, sepertinya kerusakan bukan pada tingkat perangkat lunak, melainkan telah pada tingkat perangkat kerasnya.

Berikut rangkuman langkah demi langkah yang saya lakukan untuk flashing ROM fastboot ke hape Xiaomi Mi 4c dari dalam sistem Debian Sid. Sebagai catatan, bootloader hape ini telah unlocked. Saya tidak tahu apa ini berpengaruh ke bisa atau tidaknya kita flashing dari Linux, but, that's it, just for your information....

Baca selengkapnya

Mengatasi Bootloop Pada Xiaomi Mi 4c


Judul artikel kali ini mungkin agak sedikit clickbaity, karena ada banyak ragam bootloop dan mungkin apa yang telah saya berhasil lakukan untuk mengatasi bootloop di Mi 4c ini ternyata tidak bisa digunakan untuk mengatasi permasalahan bootloop di Mi 4c Anda.
Jadi, mari kita mulai artikel ini dengan menceritakan latar belakang yang menjadi penyebab hape Mi 4c saya menjadi bootloop dan bagaimana cara saya mengatasinya.

Shit happens...

Begitulah. Sepertinya tidak ada kata yang sanggup menggambarkan peristiwa ini. Shits happens... in a shittiest way it could happens...
Bermula dari mendadak berkurangnya sinyal Indosat, saya rasakan hape ini kok keteteran dalam menangkap sinyal yang ada. Entah karena pancaran sinyal Indosat yang memang jatuh ke titik yang nadir, atau (ini yang ada di pikiran kala itu) karena saya baru saja berganti ROM ke MultiROM beta. Benak langsung menunjuk penggantian ROM, karena sebelumnya ketika memakai ROM xiaomi.eu sepertinya belum pernah mengalami kesulitan dalam penerimaan sinyal. Walau memang, jika dipikir-pikir kala memakai xiaomi.eu belum pernah mengalami krisis sinyal GSM seburuk ini.

Berdasar asumsi tersebut, saya pun berkesimpulan mungkin jika ROM dikembalikan ke xiaomi.eu, atau setidaknya ke MultiROM yang stabil, kemampuan penerimaan sinyal oleh hape akan kembali memuaskan.
Setelah menimbang, pilihan pun jatuh ke MultiROM stabil multirom_MI4c_V8.1.3.0.LXKCNDI_v5.1.1_b29_111a851931. Setelah baterai penuh diisi, ROM pun flashed menggunakan fitur adb sideload dari TWRP. Proses flashing berjalan dengan lancar, hingga akhirnya hape pun rebooted.

Have I told you that shits happens?

Selepas flashed dan dihidupkan ulang, hape ternyata tidak bisa boot dengan lancar, melainkan hanya sekilas menampilkan logo Mi dan langsung mati untuk kemudian hidup lagi, demikian seterusnya. Bagi yang terbiasa mengoprek Android, mungkin telah akrab dengan istilah bootloop, sebuah peristiwa di mana hape akan berulang (looping) melakukan boot-mati...
Yep, kini hape semata wayang kulit ini ternyata bootloop.

Baca selengkapnya

Membuat Software Portable di GNU/Linux Menggunakan AppImage


AppImage merupakan salah satu solusi tertua untuk menjawab persoalan bagaimana mengemas perangkat lunak agar bisa langsung dijalankan pada banyak distro GNU/Linux. Jika Anda belum mengenal AppImage, bayangkan saja ia seperti portable software untuk dunia GNU/Linux. Kita tidak perlu memusingkan distro, dependencies atau package manager, cukup unduh software yang dikemas menjadi AppImage, jadikan executable dan kemudian jalankan. That's simple.

Meski telah lama beredar, dan bahkan menuai pujian dari tokoh sekaliber Linus Torvalds, popularitas AppImage tidak kunjung menanjak dan malah cenderung tenggelam tertelan riuhnya berita aplikasi sejenis; snaps dan flatpak.
Karenanya, dalam artikel kali ini saya akan mencoba mengangkat topik AppImage dengan bahasan bagaimana cara membuat berkas AppImage untuk Genymotion.
Sengaja saya pilih Genymotion sebagai contoh AppImage karena kebetulan kemarin baru saja menulis artikel bagaimana cara memasang Genymotion. Jadi, pastinya masih segar dalam ingatan.

Dokumentasi selengkapnya mengenai AppImage bisa dibaca di sini. Sementara jika Anda malas untuk membuat sendiri dan ingin langsung mencoba berkas AppImage yang sudah jadi, unduh koleksi berkas biner AppImage di repo bintray ini.

Baca selengkapnya

Menjalankan Aplikasi Android di Linux Menggunakan Genymotion


Ketika Stallman menganjurkan penyebutan GNU/Linux untuk banyak sistem operasi yang menggunakan kernel Linux, banyak orang menganggap seakan dia "gila hormat" dan berkilah sebaiknya mulai juga menambahkan Xorg, KDE dan lainnya yang bukan GNU tiap kali merujuk Linux.

Dan kini kita mendapati Android, yang berdasar kernel Linux tapi tidak menggunakan perkakas GNU. Apakah Android itu Linux? Tapi ia tidak bisa menjalankan aplikasi Linux, dan aplikasi Android pun tidak bisa dijalankan di Linux.

Saya tidak akan mendebat semantik GNU/Linux ataukah Android/Linux, yang pasti karena pengembangan Android yang "meledak" membuatnya memiliki banyak pilihan aplikasi menarik. Nah, saya lebih tertarik bagaimana agar bisa menjalankan aplikasi-aplikasi Android tersebut di lingkungan desktop GNU/Linux.

Langsung begitu saja menjalankan APK di GNU/Linux pastinya tidak bisa.
Rintisan Google untuk menjalankan APK sebagai Chrome Apps sempat melambungkan asa, namun akhirnya kandas karena Google menghentikan proyek ini.
Dan baru-baru ini muncul proyek Shashlik yang tampaknya memiliki tujuan yang lebih ambisius.

Tidak diragukan lagi Shashlik memang menarik, namun ia masih jauh dari "siap pakai", dan utamanya saya sendiri belum pernah mencoba. Jadi kita lewatkan dulu Shashlik dan membahas yang telah nyata terbukti bisa digunakan untuk menjalankan APK di GNU/Linux; Genymotion.

Sebenarnya Genymotion tidak benar-benar bisa membuat kita menjalankan APK di atas lingkungan GNU/Linux sebagaimana kita bisa menjalankan software Windows di GNU/Linux dengan menggunakan wine. Melainkan ia menyediakan lingkungan mesin virtualisasi yang mengemulasi lingkungan Android.
Genymotion sendiri bukan tanpa kelemahan; (1) ia berdasar android-x86, yang artinya mungkin banyak APK yang akan tidak bisa dipakai di Genymotion karena umumnya APK dikompilasi untuk prosesor arm, (2) integrasinya dengan lingkungan desktop Linux tidak sebaik virtualisasi lain, dan (3) Genymotion membutuhkan sumber daya yang besar.

Dengan sedemikian banyak kelemahannya, saya tetap menyarankan kepada Anda yang berminat menjalankan APK di komputer GNU/Linux untuk memasang Genymotion. Karena bisa dikata, tidak ada alternatif lain yang sematang Genymotion.
Tentu saja, disamping kelemahan-kelemahan di atas, ada juga keuntungan kita menggunakan Genymotion. Misalnya saja; (1) menjaga hape Android tetap langsing karena tidak banyak memasang aplikasi, (2) bisa mencoba-coba banyak aplikasi tanpa takut merusak sistem, dan (3) menjalankan aplikasi Android dengan spesifikasi emulator yang tinggi.

Baca selengkapnya

Agar Awk Hanya Menampilkan Kecocokan Pertama yang Ditemukannya


Judul apa pula ini...
Ya ya ya, efficient title is hard. Jadi izinkan saya untuk sedikit berpanjang lebar menyampaikan maksud dari judul yang aneh ini.

Alkisah, seringkali ketika berkelana di dunia maya dan menemukan artikel yang menarik atau dirasa berguna, maka saya kemudian menyimpannya agar bisa dibaca di kemudian waktu. Because you know, internet is unreliable.
Seperti yang sebelumnya telah sekilas disinggung dalam artikel Mari Hijrah ke Firefox Quantum, addons Mozilla Archive Format, with MHT and Faithful Save (MAF) yang biasanya saya gunakan untuk menyimpan laman web tidak bisa lagi digunakan di Firefox teranyar.

Lalu apa masalahnya? Nyimpen halaman kan bisa pake fitur bawaan Firefox?
Masalahnya adalah saya telah banyak memiliki berkas MHT hasil penyimpanan MAF, dan berkas ini kini tidak bisa dibuka menggunakan Firefox teranyar, mesti menggunakan Firefox lama atau peramban lain misalnya Opera. MAF sendiri memiliki fitur untuk mengekspor berkas MHT menjadi HTML, namun hasilnya kurang memuaskan.

Jadi ya, sambil menunggu siapa tahu Firefox kembali mendukung berkas MHT atau ada addons yang memungkinkan membaca berkas MHT, terlintas dalam benak ini untuk kembali mengunduh berkas tersebut satu per satu.

Baca selengkapnya

Kembali ke atas