Mengirim Pesan Suara ke Telegram Desktop Menggunakan Linux Loopback Audio
Meski judulnya secara spesifik menyebut Telegram, namun tulisan mengenai loopback audio ini bisa diterapkan secara umum pada banyak piranti perekam multimedia di GNU/Linux. Misalnya jika hendak menggunakan SimpleScreenRecorder untuk merekam suara dari game yang dimainkan dalam wine. Dan lainnya.
Terkadang mungkin Anda ingin mengirim pesan suara ke Telegram Desktop (kita singkat saja menjadi TDesktop) namun bukan suara hasil tangkapan microphone, melainkan suara dari sumber lain seperti pemutar audio, video dan bahkan game. Bagaimana Anda akan melakukannya? Yang langsung terlintas di pikiran pastinya merekam suara tersebut dan kemudian mengirimkan berkas rekamannya ke TDesktop.
Namun menggunakan cara ini Anda bukan mengirimkan pesan suara (voice message), melainkan mengirimkan berkas suara (audio/file message).
Anda bisa pula memainkan musik secara lantang di laptop, dan kemudian merekamnya menggunakan TDesktop melalui microphone laptop. Namun mutu suara tentunya hampir bisa dipastikan amburadul.
Lalu, bagaimana cara kita mengirimkan pesan suara TDesktop dari audio yang dihasilkan piranti lunak dalam sistem operasi GNU/Linux?
Jawabannya adalah dengan menggunakan loopback audio. Fitur ini mungkin bisa disamakan dengan Stereo Mix di Microsoft Windows.
Loopback audio akan membuat jalur baru dari output perangkat audio menuju input audio di komputer. Jadi seakan-akan kita menggunakan kabel untuk menghubungkan port line out/headphone ke port line in/microphone, hanya saja ini dilakukan programmatically.
Menampilkan Pesan Telegram di Blog
Kian kini Telegram kian berkembang. Tidak lagi semata menjadi sarana perpesanan teks, namun juga banyak kegunaan lain. Misalnya saja, kini Telegram bisa digunakan untuk penyimpan atau berbagi berkas, pemutar musik, panggilan suara dan banyak lagi.
Dan di antara banyak pembaruan pada rilis Telegram teranyar, mereka menyuguhkan fitur yang sungguh sama sekali tidak pernah saya duga; kini kita bisa melekatkan (embed) pesan dari kanal atau grup publik ke situs web. Wow....
Artinya kini siapapun, walau tanpa memiliki akun telegram, bisa membaca pesan yang kita kirim ke kanal atau grup publik cukup dengan memasukkan tautan dari pesan Telegram ke bilah alamat (address bar) peramban web.
Melekatkan Gambar SVG ke Dalam Artikel Blog
SVG adalah singkatan dari Scalable Vector Graphics, sebuah format vector berdasar XML untuk gambar dua dimensi. Format ini sangat cocok kita gunakan jika hendak melekatkan (embed) logo, ikon atau gambar dua dimensi lainnya di blog.
Setidaknya ada dua alasan utama yang melatari mengapa saya lebih menyarankan penggunaan SVG dibanding format gambar lain untuk blog:
- Mudah untuk dilekatkan ke dalam artikel.
Banyak format gambar lain juga sebenarnya bisa saja untuk dilekatkan ke dalam artikel blog, namun umumnya tidak semudah copy-paste seperti SVG, melainkan memerlukan langkah tambahan seperti mengubahnya (encode) ke bentuk base64. - Ukuran gambarnya sangat kecil.
SVG adalah gambar vector, yang dapat diubah ke beragam ukuran tanpa memengaruhi ukuran berkasnya. Beda halnya dengan format gambar lain berdasar raster, yang ukuran berkasnya berubah mengikuti resolusi gambar.
Namun tentu saja, dibalik pro, pasti ada kontra. Sejauh yang saya butuhkan, kelemahan SVG adalah ia tidak cocok untuk gambar ilustrasi foto, screenshot dan lain gambar yang memiliki gradasi warna.
Jika Anda juga merasa cocok dengan poin "pro" dan tidak bermasalah dengan poin "kontra"-nya, silakan ikuti cara melekatkan (embed) berkas SVG di artikel atau template blog di bawah ini.
Menggabungkan Gambar Vector SVG
Tidak terasa usia blog ini telah melebihi satu semester. Namun demikian, tidak bosan-bosannya saya memoles setiap sudutnya agar sesuai dengan selera pribadi. Yeah, my blog my style. Karenanya saya enggan memakai tema-tema gratis yang banyak beredar, selain karena umumnya jauh melenceng dari gaya yang saya suka, juga biasanya memiliki banyak batasan.
Kali ini, saya memoles ikon-ikon media sosial yang pada tema sebelumnya dirasa kurang cantik dan profesional. Meski saya bukanlah seorang sosialita atau blogger profesional, namun penampilan blog yang rapi dan bagus akan menimbulkan anggapan di benak pengunjung bahwa saya, si empunya blog, memang peduli dengan blognya.
Awalnya, saya menampilkan ikon-ikon media sosial dengan cara menempelkan atau menyisipkan (embed) SVG ke template blog. Namun karena merasa tampilannya tidak rapi; barisnya tidak sejajar dan ukurannya timpang, maka saya beralih menggunakan font awesome. Dengan menggunakan font awesome, maka tampilan pun lebih rapi dan customization pun lebih mudah.
Namun ada satu yang mengganjal; jika menggunakan font awesome di Blogger, berarti blog kita perlu untuk melakukan request pada layanan penyedia font awesome.
Teorinya, buat request ke luar blog sesedikit mungkin. Namun karena blog ini memakai layanan Blogger, saya tidak mungkin memasang font awesome pada server. Jadi, satu-satunya cara jika tidak ingin menggunakan layanan dari luar adalah dengan menyisipkan SVG ke template.
Menyisipkan SVG ke template blog juga akan menimbulkan masalah baru, yakni ukuran template akan membengkak yang tentunya akan semakin besar pula berkas HTML yang harus diunduh pembaca. Namun pembesaran ukuran ini, tergantung gambar SVG yang akan ditempelkan, tidaklah seberapa, dan bisa kita akali dengan meringkas (minifying) template Blogger-nya.
Memasang Pemutar Audio di Artikel Blogger
Biasanya saya tidak terkesan dengan blog yang memiliki fitur pemutar lagu, apalagi jika lagu tersebut otomatis dimainkan ketika blog dibuka. Namun bukan berarti menyertakan lagu atau berkas audio adalah hal tabu dalam blogging, hanya saja jika penempatan dan penggunaannya tidak bijak malah membuat blog terkesan norak.
Sekian lama blogging, jarang sekali atau mungkin tidak pernah saya merasakan perlu untuk memasang berkas audio di artikel blog. Sampai saat menulis artikel Mengamankan Akun Telegram, baru merasakan kebingungan bagaimana untuk menyisipkan berkas audio ke dalam artikel agar bisa langsung didengarkan oleh pembaca.
Baca juga: Mengamankan Akun Telegram
Berbagai panduan dirasa menunjukkan cara-cara yang rumit dan merepotkan. Misalnya mesti menggunakan layanan Google Sites, Soundcloud dan lainnya. Saya menggunakan sarana blog dari Blogger justru karena mengincar kemudahan layanan yang berpusat di satu tempat. Dengan Blogger, saya tidak perlu lagi memusingkan kesediaan server, CMS apa yang digunakan, di mana menyimpan gambar, bagaimana perihal komentar dan lain sebagainya. Jadi kini saya berusaha sekira mampu menghindari untuk menyimpan berkas penunjang blog di banyak tempat.
Mengamankan Akun Telegram
Seiring musim hujan di akhir tahun, ternyata bukan hanya cendawan yang banyak tumbuh, melainkan juga penipuan di dunia perpesanan Telegram. Seperti apa gerangan modus operandi penipuan di Telegram tersebut? Mari kita simak rekaman berikut.
Rekaman seseorang yang berusaha mendapatkan kode otentikasi dengan mengaku sebagai petugas dari Telegram.
Sumber: R. Hidayat.
Apa yang Anda dengar dari rekaman tersebut adalah upaya seseorang (kita sebut saja namanya si Ontohod) yang berusaha mengelabui seorang pemiliki akun Telegram (kita sebut si Kabayan) untuk memberikan kode otentikasi untuk login. Agar skenario dalam rekaman tersebut terjadi, si Ontohod pastinya telah memiliki nomor telepon si Kabayan. Sambil melakukan login ke akun si Kabayan, si Ontohod pun menghubungi si Kabayan dengan mengaku sebagai pihak dari Telegram, dan dengan berbagai alasan, berusaha mendapatkan kode otentikasi yang tentunya dikirim Telegram ke nomor telpon si Kabayan.
Andai si Kabayan memberikan kode otentikasi tersebut, maka game over.
Hmmm, bukankah kita bisa memaksa logout semua remote login selain di hape kita?
Betul! Jika kita menyadari apa yang tengah terjadi. Namun, kenyataan ada orang yang memberikan kode otentikasi ke orang yang mengaku dari pihak Telegram memberikan gambaran bahwa tidak banyak yang menyadari fitur tersebut.
Selama kita memiliki nomor yang kita daftarkan ke Telegram, si penipu tidak akan bisa mengambil alih akun. Namun ketika dia berhasil masuk ke akun kita, segala kemungkinan bisa terjadi. Misal, yang kemarin ramai dibincangkan, katanya ada seseorang yang menjadi agen pulsa dan dikelabui dengan cara ini, alhasil si penipu bisa menguras deposit pulsa dengan melakukan transaksi melalui akun Telegram yang berhasil dibajaknya. Untuk diketahui, kini banyak agen pulsa yang menyediakan layanan transaksi melalui Telegram.
Nah, sebagai pengguna setia Telegram, hal-hal seperti di atas ini membuat ngenes. Orang-orang dasarnya enggan memakai Telegram karena; "Ah, ga punya temen di Telegram.", atau "Wah, aplikasi teroris itu ya?". Dan jangan sampai kini timbul anggapan; "Ogah, katanya rawan penipuan ya?".
Karena itulah di bawah ini saya tuliskan kiat-kiat untuk mengamankan akun Telegram agar kita lebih aman dan nyaman dalam bertelegram.
Menjalankan Multi Akun Telegram
Ada banyak alasan untuk memiliki dan menggunakan banyak akun di Telegram. Misal untuk memisahkan kehidupan pribadi dan pekerjaan, atau ingin memiliki akun anon agar kita bebas mengeluarkan pendapat tanpa harus khawatir ada benang merah yang menghubungkan akun Telegram dengan pribadi kita di dunia nyata.
Doxing di dunia maya itu benar adanya, dan pemicunya seringkali hanyalah hal yang remeh. Bayangkan jika entah karena apa sebabnya dan siapa orangnya, ada akun yang menggunakan nama dan foto Anda di Telegram. Ini tentunya mengkhawatirkan, karena jika ada orang yang mengenal Anda di dunia nyata dan mendapati akun tersebut posting hal yang negatif, tentunya dia akan menyangka bahwa Andalah yang melakukannya. Hal ini kemungkinan besar akan berimbas negatif pada kehidupan Anda. Maklumlah, check and re-check hanya ada di atas kertas. Berita hoax pun orang telan mentah-mentah, tentunya mereka tidak akan meragukan kesahihan postingan dari akun dengan nama dan foto yang mereka kenal di dunia nyata.
Demikian sekapur sirih pembuka sebelum saya menjabarkan bagaimana menjalankan banyak akun Telegram di Android dan di komputer. Sekedar mengingatkan bahwa memiliki banyak akun Telegram itu bukan hal jelek dan kadang memang diperlukan. Untuk langkah demi langkahnya bisa disimak pada uraian di bawah ini.
Mari Hijrah ke Firefox Quantum
Saya selalu menggunakan Firefox. Setidaknya untuk di komputer, hampir dipastikan selalu menggunakan Firefox. Lain cerita jika di Android; Opera Mini masih belum tergantikan meski kini juga mulai mencoba membiasakan memakai Firefox Mobile. Saya menggunakan Firefox karena fitur addons-nya, dan juga semangatnya dalam menegakkan keterbukaan internet.
Sejujurnya pribadi ini kurang paham mengapa banyak orang tidak menyukai Firefox dan lebih menyenangi Google Chrome. Apakah karena tidak sengaja mengklik tombol unduh pada iklan Google Chrome yang selalu muncul pada laman pencarian Google, ataukah hal lainnya.
Dan yang terbayang dalam benak ini mengenai Google Chrome adalah ia rakus sumber daya dan minim privacy. Mereka bilang Chrome bagus untuk web development, but I'm not a web developer. Mereka juga bilang Chrome jauh lebih kencang dibanding Firefox. Sejujurnya saya tidak bisa membuktikan klaim ini karena hampir tidak pernah menggunakan Chrome, dan sejauh ini kinerja Firefox cukup memuaskan. Dan mereka bilang situs yang penting bagi mereka hanya bisa lancar dibuka memakai Chrome. Yeah, eat that shit, sejatinya kita kini kembali ke zaman ketika Internet Explorer meraja dan mayoritas situs hanya lancar dibuka melalui Internet Explorer. Bedanya sekarang Chrome-lah yang menjadi raja.
Semua berubah terkecuali perubahan itu sendiri. Beruntung, sejauh ini Firefox tidak melakukan hal-hal konyol untuk menyikapi perubahan di kancah browser, namun lebih memilih untuk meningkatkan kinerja perambannya. Seperti yang mereka lakukan baru-baru ini; merilis Firefox Quantum, sebuah peramban yang dalam banyak hal merupakan peningkatan dari rilis-rilis Firefox sebelumnya.
Menerjemahkan Bahasa Menggunakan Google Translate, Bing Translator dan Yandex.Translate dalam Terminal/CLI
Semoga masih segar dalam ingatan Anda tulisan saya tentang Menggunakan Google Search, Google Site Search, dan Google News dari Dalam Terminal. Kini, saya akan mengupas layanan yang umumnya hanya bisa diakses melalui peramban; penerjemah.
Setidaknya ada tiga layanan penerjemah besar yang saya ketahui; Google Translate, Bing Translator dan Yandex.Translate. Sejauh yang saya ketahui, ketiganya memerlukan akses menggunakan peramban. Mungkin ada juka aplikasi untuk Android-nya, namun umumnya berupa wrapper untuk versi web-nya.
Nah, kini kita akan mempelajari bagaimana mengakses layanan-layanan tersebut menggunakan baris perintah.
What with you and this command line obsessions?
Ini bukan obsesi sih, cuma memang dalam banyak kesempatan saya lebih memilih menggunakan perkakas yang berjalan dalam terminal dibandingkan menggunakan perkakas berantar-muka grafis (GUI). Terlebih, tren aplikasi GUI sekarang semakin tidak memuaskan. Ya, misalnya saja aplikasi berdasar electron. Untuk menulis teks saja kini butuh ratusan megabyte RAM dan prosesor berinti banyak. Jika menilik perkembangan yang seperti ini, jangan kaget jika di masa depan walau prosesor komputer 12GHz berinti 17 dan RAM 1TB namun pengalaman berkomputasinya tidak lebih baik dari keadaan sekarang. Ya karena nanti muncul electron-electron lain yang lebih rakus.
Yeah, that's my personal opinion. Jadi kita pinggirkan dulu sebentar dan mulai membahas cara mengakses layanan penerjemah Google, Bing dan Yandex menggunakan baris perintah.
Bagaimana caranya?